-KEN AROK BANYUMASAN-

Posted in By wilujeng 0 komentar

KEN AROK
lagenda yang hampir terulang di Banyumas

Banyumas mungkin berberapa ratus kilometer jauhnya dari Tumapel. Namun Ratusan kilometer tersebut mengisaratkan kisah yang sama. Metode, strategi maupun cara yang dikamulfasekan dalam pertemanan identik sama dengan cara-cara Ken Arok. Kenapa Banyumas bisa demikian, apakah Banyumas sudah hilang CABLAKAnya, atau hanya cablakanya saja sementara hatinya sudah tertutup kepentingan abadi sehingga tidak ada teman abadi. Sebelum kita berhembus ke Banyumas, mari kita renungkan dahulu kisah Ken Arok.

Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 – wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 – 1227 (atau 1247).
Menurut naskah Pararaton, Ken Arok adalah putra Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi pemuda yang gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.(gambar dari sini)
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.

Merebut Tumapel
Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung.
Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.

Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.

Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
Keistimewaaan Ken Arok
Nama Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota Wangsa Rajasa.Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok.
 
Kesuksesan Ken Arok dalam mewujudkan ambisinya, ternyata berbuntut pada ambisi putera Tunggul Ametung, Anusapati, untuk membalas dendam dan merebut tahta kepemimpinan di Tumapel. Gayung pun bersambut, Anusapati behasil memperoleh keris Mpu Gandring yang pernah digunakan Ken Arok. Dengan keris itu Anusapati melakukan siasat-siasat jitu yang akhirnya berhasil merenggut nyawa Ken Arok. Pasca peristwa ini, putera Ken Arok yang bernama Tohjaya juga berambisi tidak jauh berbeda dengan Anusapati. Dengan keris Mpu Gandring yang berhasil ditemukannya, Tohjaya memperdaya dan menjebak Anusapati dalam keadaan yang melenakan. Sehingga, tanpa disadari sebelumnya, Anusapati terpaksa menghembuskan nafas terakhirnya ketika ditusuk oleh Tohjaya dengan keris Mpu Gandring pula.

Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Tumapel (Singasari) pun menyisakan dendam kesumat di antara keturunan Ken Arok, Tunggul Ametung, Kertajasa (Raja Kediri yang dikalahkan Ken Arok). Mereka saling beradu strategi dan intrik-intrik politik lainnya, atas nama membalas dendam, perebutan kekuasaan, harta, dan perempuan. Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama, kematian-kematian mulai susul-menyusul, baik raja, pemerintah, maupun rakyat kecil yang tidak mengerti akar permasalahan yang terjadi.

Dendam kesumat yang tersulut sejak kematian Tunggul Amtung tersebut tidak hanya berhenti dimasa kejayaan Singasari. Koflik berdarah selalu muncul hingga zaman Jawa Islam dan melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darah (keturunan) dengan Ken Arok atau Tunggul Ametung. Selain itu, konflik yang menyisakan catatan kematian demi kematian itu menjalar hingga ke Makassar. Di atas tanah itulah Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan pengikutnya dibuang oleh Belanda sebagai hukuman terhadap mereka yang memberontak. Sungguh menyedihkan.

Sebagai pengeling-eling di Banyumas tanpa harus saya sebutkan dimana tepatnya hal itu terjadi., bagai mana intriknya Dendam itu masih mewabah mewarnai kehidupan rakyat Banyumas yang bangga dengan cablakanya. Cablaka yang kini telah memuai menjadi CELAKA bagi penggunanya, ketika disampingnya adalah Ken Arok bertampang BAWOR. Cablaka yang bermaksud sebagai kemerdekaan berbicara apa adanya telah menikam penggunanya. Harga Cablaka menjadi lebih dimaknai omong kosong, padahal cablaka yang dimaksud adalah kejujuran, ungkapan hati yang dimanifestasikan dalam getar dan suara.

Oalah Banyumas, walaupun aku tidak lahir disini, aku terlanjur jatuh cinta kepadamu. Hari ini mungkin Ken Arok sedang silaturrahmi disini, menikam lalu sembunyi dan menuduh orang lain. Tapi yang saya harapkan Ken Arok Datang kesini menularkan kecerdasan dan keberanian bukan kelicikannya.

DARI BERBAGAI SUMBER
untuk saudaraku, hati-hatilah memilih teman.
@salam, salim, slamet

0 Tang